Temps d'exécution (0,00664 secondes)
#81

Interprétation de ( Al-Baqarah 282 ) dans Indonesian par Muhammad Quraish Shihab et al. - id

[ Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian melakukan utang piutang (tidak secara tunai) dengan waktu yang ditentukan, maka waktunya harus jelas, catatlah waktunya untuk melindungi hak masing- masing dan menghindari perselisihan. Yang bertugas mencatat itu hendaknya orang yang adil. Dan janganlah petugas pencatat itu enggan menuliskannya sebagai ungkapan rasa syukur atas ilmu yang diajarkan-Nya. Hendaklah ia mencatat utang tersebut sesuai dengan pengakuan pihak yang berutang, takut kepada Allah dan tidak mengurangi jumlah utangnya. Kalau orang yang berutang itu tidak bisa bertindak dan menilai sesuatu dengan baik, lemah karena masih kecil, sakit atau sudah tua, tidak bisa mendiktekan karena bisu, karena gangguan di lidah atau tidak mengerti bahasa transaksi, hendaknya wali yang ditetapkan agama, pemerintah atau orang yang dipilih olehnya untuk mendiktekan catatan utang, mewakilinya dengan jujur. Persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki. Kalau tidak ada dua orang laki- laki maka boleh seorang lelaki dan dua orang perempuan untuk menjadi saksi ketika terjadi perselisihan. Sehingga, kalau yang satu lupa, yang lain mengingatkan. Kalau diminta bersaksi, mereka tidak boleh enggan memberi kesaksian. Janganlah bosan-bosan mencatat segala persoalan dari yang kecil sampai yang besar selama dilakukan secara tidak tunai. Sebab yang demikian itu lebih adil menurut syariat Allah, lebih kuat bukti kebenaran persaksiannya dan lebih dekat kepada penghilangan keraguan di antara kalian. Kecuali kalau transaksi itu kalian lakukan dalam perdagangan secara langsung (tunai), kalian tidak perlu mencatatnya, sebab memang tidak diperlukan. Yang diminta dari kalian hanyalah persaksian atas transaksi untuk menyelesaikan perselisihan. Hindarilah tindakan menyakiti penulis dan saksi. Sebab yang demikian itu berarti tidak taat kepada Allah. Takutlah kalian kepada-Nya. Dan rasakanlah keagungan-Nya dalam setiap perintah dan larangan. Dengan begitu hati kalian dapat memandang sesuatu secara proporsional dan selalu condong kepada keadilan. Allah menjelaskan hak dan kewajiban kalian. Dan Dia Maha Mengetahui segala perbuatan kalian dan yang lainnya(1). (1) Masalah hukum yang paling pelik di semua perundang-undangan modern adalah kaidah afirmasi. Yaitu, cara-cara penetapan hak bagi seseorang jika mengambil jalur hukum untuk menuntut pihak lain. Al-Qur'ân mewajibkan manusia untuk bersikap proporsional dan berlaku adil. Jika mereka sadar akan itu, niscaya akan meringankan pekerjaan para hakim. Akan tetapi jiwa manusia yang tercipta dengan berbagai macam tabiat seperti cinta harta, serakah, lupa dan suka balas dendam, menjadikan hak-hak kedua pihak diperselisihkan. Maka harus ada kaidah-kaidah penetapan yang membuat segalanya jelas. ] - Interprétation de ( Al-Baqarah 282 )

[ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَى وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلَّا تَرْتَابُوا إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ] - البقرة 282

#82

Interprétation de ( An-Nisa' 148 ) dans Indonesian par Muhammad Quraish Shihab et al. - id

[ Allah melarang hamba-Nya untuk berkata buruk, kecuali orang yang dianiaya. Ia boleh memaparkan dan mengungkapkan keburukan orang yang menganiayanya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar ucapan orang yang dianiaya dan Maha Mengetahui kezaliman orang yang menganiaya. Dia akan memberi balasan yang setimpal terhadap apa yang dilakukannya. (1) (1) Hukum positif melarang seseorang untuk mengucapkan perkataan buruk secara terang-terangan di hadapan orang lain dengan alasan untuk melindungi pendengaran dan moral manusia dari hal-hal yang dapat merusak dan menyakitkan. Sebab, ucapan buruk dapat menyakiti hati orang yang menjadi obyeknya. Dalam hal ini al-Qur'ân mengatakanyuhibb-u Allâh-u al-jahr-a bi al-sû' min al-qawl yang berarti 'Allah tidak menyukai ucapan buruk yang diucapkan secara terus terang'. Seandainya ayat itu berhenti sampai kata al-sû' 'keburukan', 'kejahatan' saja, sehingga ayat itu berbunyiyuhibb-u Allâh-u al-jahr-a bi al-sû', maka pengertiannya tidak hanya mencakup kejahatan yang dilakukan dengan kata-kata, tetapi mencakup juga kejahatan yang dilakukan dengan perbuatan secara terus terang seperti membuka aurat di tempat umum, atau membuka pakaian wanita supaya terlihat auratnya. Pembatasan kejahatan pada ayat ini hanya pada bentuk ucapan atau kata-kata, mengindikasikan adanya larangan mengenai kejahatan dalam bentuk lain. Dan, memang, kejahatan dalam bentuk lain disinggung pada ayat lain, yaitu ayat ke-19 surat al-Nûr yang artinya berbunyi 'Sesungguhnya orang-orang yang menginginkan tersiarnya berita amat keji itu di kalangan orang-orang yang beriman, akan mendapatkan siksa yang pedih di dunia dan akhirat'. Pembicaraan mengenai hal ini akan diterangkan lagi pada kesempatan lain, menyangkut apa yang dalam hukum positif disebut dengan berbagai istilah, seperti menghina, mencela, menuduh dan sebagainya. Juga termasuk terbebasnya pelaku tindakan menghina dan menuduh dari hukuman apabila tindakannya itu merupakan reaksi atas orang lain yang menghina dan menuduhnya. Oleh karena itu, ayat ini dilanjutkan dengan illâ man zhulim 'kecuali bagi orang yang dizalimi'. Berdasarkan pengecualian ini, orang yang teraniaya boleh mengucapkan kata-kata buruk semacam celaan dengan terus terang selama tidak dilakukan secara berlebihan dan melampaui batas. Ayat ini tidak menyebutkan secara khusus bentuk aniaya dalam pengecualian 'kecuali orang yang dizalimi' tadi, tidak seperti pada kejahatan yang disebut pada awal ayat yang hanya terbatas pada kejahatan kata-kata. Tidak adanya pembatasan bentuk aniaya ini mengindikasikan bahwa aniaya itu mencakup perkataan dan perbuatan, sehingga balasan terhadap tindak kezaliman seperti itu dapat dimaafkan dan pelakunya tidak terkena sanksi. Termasuk juga orang yang dirampas hartanya. Makna lahir ayat ini bahwa barangsiapa dizalimi atau dimusuhi dengan perkataan atau perbuatan kemudian membalasnya dengan caci maki, maka ia tidak berdosa. Ayat berikutnya berusaha mencegah timbulnya sikap ekstrim dalam memahami alasan pembalasan tersebut dengan menyatakan bahwa memafkan suatu kejahatan itu lebih baik daripada membalasnya dengan bentuk kejahatan lain, supaya tidak timbul kekacauan di tengah-tengah masyarakat. Arti ayat itu berbunyi 'Jika kalian menampakkan atau menyembunyikan kebaikan atau memaafkan suatu kejahatan, sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Kuasa'. ] - Interprétation de ( An-Nisa' 148 )

[ لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا ] - النساء 148

#83

Interprétation de ( Al-Ghashiya 17 ) dans Indonesian par Muhammad Quraish Shihab et al. - id

[ Maka apakah mereka tetap meremehkan dan tidak mau merenungi bukti-bukti, sehingga mereka tidak memperhatikan unta: bagaimana dia diciptakan dengan penciptaan yang begitu indah yang menunjukan kekuasaan Allah?(1). (1) Dalam penciptaan unta terdapat mukjizat yang menunjukkan kekuasaan Allah untuk kita renungkan. Dari bentuk lahirnya, seperti kita ketahui, unta benar-benar memiliki potensi untuk menjadi kendaraan di wilayah gurun pasir. Matanya terletak pada bagian kepala yang agak tinggi dan agak ke belakang, ditambah dengan dua lapis bulu mata yang melindunginya dari pasir dan kotoran. Begitu pula dengan kedua lubang hidung dan telinga yang dikelilingi dengan rambut untuk maksud yang sama. Maka apabila badai pasir bertiup kencang, kedua lubang hidung itu akan tertutup dan kedua telinganya akan melipat ke tubuhnya, meski bentuknya kecil dan hampir tak terlihat. Sedangkan kakinya yang panjang adalah untuk membantu mempercepat geraknya, seimbang dengan lehernya yang panjang pula. Telapak kakinya yang sangat lebar seperti sepatu berguna untuk memudahkannya dalam berjalan di atas pasir yang lembut. Unta juga mempunyai daging tebal di bawah dadanya dan bantalan-bantalan pada persendian kakinya yang memungkinkannya untuk duduk di atas tanah yang keras dan panas. Pada sisi-sisi ekornya yang panjang terdapat bulu yang melindungi bagian-bagian belakang yang lembut dari segala macam kotoran. Sedang kemampuan kerja unta terlihat lebih istimewa lagi. Pada musim dingin, unta tidak membutuhkan air. Bahkan unta dapat bertahan tanpa minum air selama dua bulan berturut-turut, apabila makanan yang dimakannya segar dan berair, dan selama dua minggu berturut-turut apabila makanannya kering. Unta juga dapat menahan rasa haus saat terik musim panas selama satu atau dua minggu. Pada saat seperti itu, dia akan kehilangan lebih dari sepertiga berat badannya. Kemudian bila menemukan air, unta segera meminumya dalam jumlah yang sangat banyak untuk mengembalikan berat badannya semula dalam waktu beberapa menit saja. Air yang diminum unta tidak disimpan di lambungnya, sebagaimana diduga orang banyak, melainkan di sela-sela badannya. Air itu digunakannya dengan sangat hemat. Maka dari itu, unta sama sekali tidak pernah terengah-engah, tidak pernah bernafas dengan mulutnya, dan tidak mengeluarkan keringat dari kulitnya, kecuali dalam jumlah yang sangat sedikit. Hal ini disebabkan oleh suhu tubuhnya sangat yang rendah pada pagi hari, kemudian mulai meninggi secara perlahan-lahan lebih dari enam derajat sebelum dia perlu mengeluarkan keringat untuk menyegarkan dan menurunkan suhu badannya kembali. Meski kehilangan air dalam jumlah yang sangat banyak setelah mengalami kehausan yang sangat panjang, tekanan darah unta sama sekali tidak terpengaruh kecuali dalam batas-batas tertentu saja. Maka dari itu, unta tidak akan mati arena kehausan dan dahaga. Lebih dari itu, melalui ilmu pengetahuan mtakhir telah ditemukan pula bahwa lemak yang terdapat di punuk unta merupakan tempat menyimpan kekuatannya yang dapat menjaganya dari rasa lapar. Namun demikian, lemak itu tidak banyak memberikan manfaat untuk penyimpanan air yang cukup bagi tubuhnya. Setiap kali dilakukan penelitian pada hewan ini oleh para ahli, selalu ditemukan kebenaran perintah Allah agar kita memperhatikan ciptaan-Nya yang mengandung mukjizat itu. ] - Interprétation de ( Al-Ghashiya 17 )

[ أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ ] - الغاشية 17

#84

Interprétation de ( As-Saaffat 1 ) dans Indonesian par Muhammad Quraish Shihab et al. - id

[ [[37 ~ ASH-SHAFFAT (ROMBONGAN YANG BERSAF-SAF) Pendahuluan: Makkiyyah, 182 ayat ~ Surat ini diawali dengan sebuah sumpah demi malaikat, salah satu makhluk Allah, yang mempunyai tugas berbaris, melarang dan selalu menyenandungkan bacaan bahwa Allah Mahaesa. Ayat-ayat selanjutnya menguatkan apa yang disenandungkan oleh malaikat-malaikat itu. Disebutkan, misalnya, bahwa Allah adalah Tuhan Penguasa langit, bumi, semua yang ada di antara keduanya, dan juga Tuhan Penguasa tempat-tempat terbitnya matahari, yang menghias langit yang terdekat dari bumi dengan berbagai gemintang. Dia melindungi semua itu dari setan pembangkang yang tidak mau menaati perintah- Nya. Setelah berbicara mengenai ajaran tauhid, ayat-ayat selanjutnya kemudian berbicara mengenai kepercayaan tentang datangnya hari kebangkitan. Orang-orang yang meragukan kedatangan hari itu diancam bahwa mereka benar-benar akan didatangi hari itu secara tiba-tiba. Ketika itu, mereka sendiri menyaksikan peristiwa itu. Pembicaraan tentang hari kiamat ini diperkuat dengan dalil-dali dan bukti-bukti yang menunjukkan betapa peristiwa itu sangat mungkin dan sangat mudah terjadi. Kelak, ketika mereka menyaksikan hari itu, mereka akan berkata, "Celaka! Ini adalah hari pembalasan." Kepada mereka kemudian dikatakan "Hari ini adalah hari pengadilan yang dahulu kalian dustakan." Orang-orang yang menzalimi dirinya itu pun dikumpulkan bersama tuhan-tuhan palsu yang dahulu mereka sembah. Mereka akan bertanya, dan tuhan-tuhan itu pun akan menjawab dan memberikan alasan. Masing-masing menyalahkan pihak lain setelah merasakan penderitaan di hari itu. Padahal, mereka semua akan merasakan siksaan. Sebab mereka melakukan kejahatan yang sama: bersikap sombong lalu tidak mau mengakui keesaan Tuhan, dan menuduh bahwa rasul yang diutus kepada mereka itu gila. Padahal, rasul itu justru datang membawa kebenaran dan bukti yang menguatkan bahwa mereka benar-benar jujur dalam menyampaikan misi Tuhan. Sedangkan orang-orang Mukmin yang beribadah dengan ikhlas, seperti disebutkan pada ayat-ayat selanjutnya, akan merasakan berbagai macam kenikmatan. Mereka akan mengingat-ingat karunia Allah yang telah mereka rasakan. Mereka juga akan mencari-cari orang yang dahulu menjadi teman buruknya, yang kemudian ditemukan sedang berada di dalam neraka. Mereka akhirnya mengucap tahmid memuji Allah karena telah terjaga sehingga tidak mengikuti ajakan teman- teman buruk itu. Pada bagian selanjutnya, surat ini berbicara mengenai derajat orang-orang zalim dan orang-orang Mukmin. Dilanjutkan, kemudian, dengan kisah beberapa rasul terdahulu sebagai pelipur lara bagi Nabi Muhammad saw. sekaligus sebagai pelajaran bagi kaumnya yang tidak percaya. Setelah mengutarakan berbagai kisah dari berbagai zaman dan dengan berbagai tokoh yang berbeda pula--dengan satu kesamaan, yaitu kisah mengenai misi kenabian--ayat-ayat berikutnya mematahkan anggapan orang-orang musyrik bahwa Allah mempunyai anak perempuan dan mereka mempunyai anak laki-laki, bahwa Allah menciptakan malaikat bergender perempuan, dan bahwa mereka adalah calon penghuni surga. Allah Mahasuci dari semua anggapan mereka itu. Orang-orang yang menghambakan diri kepada Allah akan mendapat pertolongan, dan tentara-tentara yang membela agama Allah itu akan menang. Sedangkan orang-orang yang diperingatkan itu akan menerima siksaan. Akhirnya surat ini ditutup dengan tasbih penyucian Tuhan dari segala sifat yang disandangkan orang-orang musyrik kepada-Nya, ucapan selamat kepada para rasul dan tahmid bagi-Nya, Tuhan alam semesta.]] Aku bersumpah demi sekelompok makhluk ciptaan-Ku yang berbaris teratur, tunduk beribadah. ] - Interprétation de ( As-Saaffat 1 )

[ وَالصَّافَّاتِ صَفًّا ] - الصافات 1

#85

Interprétation de ( Al-Baqarah 178 ) dans Indonesian par Muhammad Quraish Shihab et al. - id

[ Di antara syariat yang Kami wajibkan atas orang-orang beriman adalah hukum yang mengatur soal pembunuhan dengan sengaja. Telah Kami wajibkan pelaksanaan kisas atas kalian sebagai hukuman bagi pelaku pembunuhan. Janganlah kalian mencontoh tirani kaum jahiliah. (1) Mereka menghukum orang merdeka bukan pelaku pembunuhan sebagai balasan atas terbunuhnya seorang budak. Laki-laki sebagai ganti wanita. Petinggi kaum sebagai ganti rakyat jelata tanpa memberi hukuman pada pelaku pembunuhan itu sendiri. Maka dengan hukum kisas ini Kami mewajibkan bahwa orang merdeka harus dikisas karena membunuh orang merdeka lain, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Jadi, landasan hukum kisas ini adalah semata-mata untuk menghentikan kejahatan si pembunuh dengan memberikannya hukuman yang setimpal. Tapi apabila pihak keluarga korban berhati lapang dan memilih sesuatu yang lebih baik dari itu dengan tidak menuntut balas, dan memberi maaf pada terdakwa, maka mereka berhak mendapatkan diyat. Jika itu yang dikehendaki oleh pihak keluarga korban, maka hendaknya ia menerima pilihan mereka sendiri secara sukarela tanpa menekan apalagi menggunakan kekerasan terhadap pelaku. Si pelaku semestinya menyerahkan diyat itu secepatnya dan tidak menundanya. Dan sesungguhnya di dalam hukum kisas yang Kami wajibkan itu terdapat keringanan bagi orang-orang Mukmin, jika dibandingkan dengan hukum Tawrât, yang tidak memberikan pilihan bagi pelaku pembunuhan kecuali dihukum bunuh. Sebagaimana terdapat pula rahmat bagi mereka sehingga tidak hanya mengharap maaf dari keluarga korban. Barangsiapa yang melanggar ketentuan hukum ini maka baginya azab yang pedih di dunia dan akhirat. {(1) Orang-orang Arab pada masa jahiliah membedakan antara petinggi kaum dengan orang biasa. Misalnya ketika salah seorang kepala suku terbunuh, pembalasan atas pembunuhan itu tidak hanya terbatas pada si pembunuh. Bagi mereka terdapat perbedaan antara darah orang biasa dengan darah petinggi, antara jiwa orang biasa dengan jiwa petinggi. Ketika Islam datang, kebiasaan itu ditinggalkan dengan memberlakukan hukum kisas, yaitu suatu ketentuan hukum yang menetapkan bahwa pembalasan terhadap tindak pembunuhan hanya diberlakukan terhadap si pembunuh. Jika seorang yang merdeka terbunuh, siapa pun orangnya, tebusannya adalah orang merdeka pula, hamba dengan hamba, wanita dengan wanita dan seterusnya. Dapat dipahami secara eksplisit bahwa seorang budak tidak akan dikisas karena melakukan pembunuhan terhadap orang merdeka dan sebaliknya seorang merdeka tidak dikisas karena membunuh budak. Akan tetapi, pada ayat lain kita menemukan bahwa hukum kisas itu berlaku secara umum tanpa memandang status dan jenis kelamin. Ini merupakan suatu hukum yang telah diundangkan dalam kitab Tawrât, Injîl dan al-Qur'ân. Allah berfrman, "Dan telah Kami tentukan terhadap mereka di dalamnya (Tawrât) bahwa jiwa dibalas dengan jiwa" (lihat surat al-Mâ'idah). Dan Rasululullah bersabda, "Orang-orang Muslim itu saling melindungi hak hidup masing-masing," dan, "Nyawa dibalas dengan nyawa." Tampaknya, bahwa dalam hukum kisas ini Islam memiliki sudut pandang yang berbeda dengan pandangan para ahli hukum, dengan menjadikan kisas itu sebagai hak bagi keluarga si terbunuh, sebagai peredam kemarahan di satu sisi dan sebagai upaya prefentif untuk menjaga hak hidup orang yang tak berdosa di sisi lain. Oleh karena itu dalam hal ini pihak keluarga korban memiliki hak memaafkan pelaku di samping hak menuntut balas (kisas) itu sendiri, sementara pihak penguasa (waliy al-amr) memiliki kekuasaan untuk memberi hukuman mati sebagai ta'zîr jika dalam hal itu terdapat maslahat. Dalam penetapan hukum kisas ini, Islam tidak memandang dari sudut motif, karena si pelaku dianggap zalim apa pun motif yang melatarbelakangi kejahatannya. Bahkan, melihat kejahatan dari sisi motifnya akan melahirkan rasa kasihan pada si pelaku dan mengabaikan maslahat korban yang semua itu sering kali mendorong tindak balas dendam yang tidak ada habisnya. Belakangan ini teori hukum Islam dalam persoalan kisas banyak mendapat tanggapan dan kajian serius di berbagai perguruan tinggi di Eropa. } ] - Interprétation de ( Al-Baqarah 178 )

[ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ ] - البقرة 178

#86

Interprétation de ( An-Nur 2 ) dans Indonesian par Muhammad Quraish Shihab et al. - id

[ Di antara ketentuan hukum itu adalah hukum wanita dan laki-laki yang berzina. Cambuklah masing- masing mereka seratus kali cambukan. Dalam melaksanakan ketentuan hukum itu, kalian tidak perlu merasa terhalangi oleh rasa iba dan kasihan, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Sebab, konsekuensi iman adalah mendahulukan perkenan Allah daripada perkenan manusia. Pelaksanaan hukum cambuk itu hendaknya dihadiri oleh sekelompok umat Islam, agar hukuman itu menjadi pelajaran yang membuat orang lain selain mereka berdua jera(1). (1) Komentar para ahli mengenai ayat 2 sampai ayat 4 surat ini: Kriminalitas dalam syariat Islam merupakan larangan-larangan yang tidak dibolehkan dengan ancaman sanksi hadd atau ta'zîr. Larangan-larangan itu bisa berupa tindakan mengerjakan sesuatu yang dilarang atau tindakan meninggalkan sesuatu yang diperintahkan. Alasan pengharaman larangan-larangan itu adalah bahwa tindakan pelanggaran larangan merupakan tindakan yang bertentangan dengan salah satu dari lima maslahat/kepentingan yang diakui dalam syariat Islam, yaitu: a. Memelihara jiwa. b. Memelihara agama. c. Memelihara akal pikiran. d. Memelihara harta kekayaan. e. Memelihara kehormatan. Tindakan pembunuhan, misalnya, merupakan perlawanan terhadap jiwa. Keluar dari Islam (riddah: 'menjadi murtad') merupakan perlawanan terhadap agama. Meminum khamar merupakan perlawanan terhadap pikiran. Mencuri merupakan perlawanan terhadap harta dan kekayaan. Dan zina merupakan perlawanan terhadap kehormatan. Para ahli hukum Islam (fuqahâ') membagi tindakan kriminalitas menjadi beberapa kategori, tergantung pada sudut pandang masing-masing. Sehubungan dengan hal itu, berikut ini akan disinggung pembagian hukum dari segi besarnya sanksi dan cara menetapkannya. Berdasarkan hal ini kriminalitas terbagi dalam tiga kelompok, yaitu (a) yang terkena sanksi hudûd, (b) yang terkena sanksi qishâsh dan (c) yang terkena sanski ta'zîr. Yang dimaksud dengan hudûd adalah kejahatan yang dianggap berlawanan dengan hak Allah atau kejahatan yang mengandung pelanggaran hak Allah dan hak manusia, tetapi hak Allah lebih dominan yang oleh karenanya dibatasi oleh Allah dengan jelas, baik melalui al-Qur'ân maupun al-Hadîts. Kemudian, yang dimaksud dengan qishâsh (termasuk di dalamnya diyat) adalah kejahatan yang mengandung pelanggaran hak Allah dan hak manusia, tetapi hak manusia lebih dominan. Dalam hal ini, sebagian ketentuan hukumnya ditetapkan oleh Allah melalui al-Qur'ân dan al-Hadîts dan sebagian lainnya diserahkan kepada kebijakan pemerintah untuk menentukan hukumnya. Tindak pembunuhan, memotong salah satu organ tubuh, termasuk dalam kategori kedua ini. Sedangkan yang dimaksud dengan ta'zîr adalah sejumlah sanksi, baik berat maupun ringan, yang penentuan dan pelaksanaannya diserahkan kepada pemerintah, sesuai kondisi masyarakat di mana terjadi kejahatan itu. Ada tujuh macam kejahatan yang terkena sanksi hudûd, yaitu zina, menuduh orang yang sudah kawin berbuat zina (qadzaf), menentang penguasa (baghy), mencuri, menyamun, meminum khamar dan keluar dari Islam (murtad). Ketujuh macam kejahatan itu beserta sanksi-sanksinya telah ditentukan sanksi hudûdnya di dalam al-Qur'ân, kecuali sanski pelaku zina yang sudah kawin yang dikenakan hukum rajam, meminum khamar yang dikenakan sanksi 80 kali cambuk, dan sanksi keluar dari Islam yaitu hukum mati., yang ditentukan oleh al-Hadits. Sementara itu, hukum positif modern memberlakukan sanksi yang terlalu rendah, seperti penjara, terhadap zina. Akibatnya, prostitusi dan kejahatan merajalela di kalangan masyarakat. Kehormatan menjadi terinjak-injak. Selain itu, akan timbul berbagai penyakit dan ketidakjelasan keturunan. Yang cukup mengherankan, bahwa undang-undang yang berlaku di beberapa negara modern saat ini malah melindungi kejahatan semacam itu. Dalam undang-undang Perancis, misalnya, terdapat ketentuan bahwa pelaku zina--baik laki-laki maupun perempuan--yang belum kawin tidak dikenakan sanksi apa-apa, selama mereka telah mencapai usia dewasa. Hal itu berdasar pada prinsip kebebasan individu yang menjamin kebebasan berbuat apa saja. Sedangkan jika pelaku zina itu sudah kawin, baik laki-laki maupun perempuan, maka sanksinya adalah penjara. Contoh lain dari praktik hukum positif, lembaga hukum seperti niyâbah (kejaksaan) tidak mempunyai hak untuk melakukan penyelidikan kecuali atas permintaan salah seorang suami istri. Selain itu, seorang suami yang telah melaporkan tuduhan zina, boleh menarik kembali tuduhannya. Berdasarkan hal itu penyelidikan pun harus dihentikan. Suami juga memiliki hak untuk memaafkan istrinya yang telah dijatuhi hukuman penjara sebelum habis masa hukuman, walaupun keputusan hakim sudah bersifat final. Beberapa kalangan menganggap sanksi zina yang ditetapkan Islam itu terlalu berat. Tetapi semestinya mereka melihat pula bahwa di samping sanksi itu berat, proses pembuktiannya pun tidak mudah. Pada tindak pembunuhan, misalnya, Islam hanya menetapkan keharusan adanya dua saksi yang adil. Tetapi pada pembuktian zina justru menetapkan adanya empat orang saksi adil yang menyaksikan kejadian itu secara langsung, atau pengakuan si pelaku zina. Dapat dicatat di sini bahwa al-Qur'ân mewajibkan pelaksanaan hukum cambuk secara terang-terangan di hadapan khalayak ramai masyarakat Muslim dengan maksud sebagai pemberitahuan kepada mereka siapa pelaku zina itu di samping agar mereka merasa takut dan ngeri hingga menghindari tindakan yang hina itu. ] - Interprétation de ( An-Nur 2 )

[ الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ ] - النور 2