Runtime (0.00359 seconds)
#11

Interpretation of ( Yusuf 83 ) in Indonesian by Muhammad Quraish Shihab et al. - id


[ قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَنِي بِهِمْ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ ] - يوسف 83

#12

Interpretation of ( An-Nisa' 92 ) in Indonesian by Muhammad Quraish Shihab et al. - id

[ Pembagian orang munafik ke dalam dua golongan itu didasarkan pada asas kehati-hatian, dengan maksud agar tidak terjadi pembunuhan terhadap orang Muslim karena diduga munafik. Sementara, membunuh orang Muslim itu diharamkan, kecuali kalau terjadi secara salah atau tidak sengaja. Bila terjadi pembunuhan terhadap orang Muslim secara salah atau tidak sengaja, kalau si korban itu tinggal di dalam wilayah Islam, maka pelaku pembunuhan dikenakan sanksi membayar diyat kepada keluarga korban sebagai ganti atas hilangnya seorang anggota keluarga, dan sanksi memerdekakan seorang budak Muslim sebagai ganti atas hilangnya seorang anggota masyarakat Muslim. Sebab, memerdekakan seorang budak Muslim itu berarti menciptakan suasana hidup bebas dalam masyarakat Muslim. Pembebasan seorang budak Muslim seolah-olah cukup untuk mengganti hilangnya salah seorang anggota masyarakat Muslim. (1) Tetapi, kalau si terbunuh itu berasal dari golongan yang memiliki perjanjian damai dengan umat Islam, maka sanksi yang dikenakan kepada pelaku pembunuhan adalah memerdekakan seorang budak Muslim dan membayar diyat kepada keluarga korban sebagai ganti salah satu anggotanya yang meninggal. Karena, dengan adanya perjanjian itu, mereka tidak akan menggunakan diyat itu untuk menyakiti orang Muslim. Bila si pelaku pembunuhan tidak mendapatkan budak untuk dimerdekakan, maka ia harus berpuasa dua bulan berturut- turut. Hal itu akan menjadi pelajaran bagi dirinya agar selalu berhati-hati dan waspada. Allah Maha Mengetahui apa yang ada dalam jiwa dan hati seseorang serta Mahabijaksana dalam menetapkan setiap hukuman. (1) Ialah tidak menyamakan antara hukuman pembunuhan yang tidak disengaja dengan pembunuhan yang dilakukan secara sengaja. Hal itu disebabkan karena pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, palakunya berniat melakukan maksiat. Oleh karena itu kejahatannya telah terhitung berat dan besar sesuai dengan beratnya hukuman yang diterimanya. Adapun pembunuhan yang dilakukan dengan tidak sengaja, pelakunya tidak berniat melakukan maksiat. Kemaksiatan yang dilakukannya itu berkaitan dengan perbuatannya. Ketentuan ini merupakan variasi hukum pidana Islam sesuai jenis yang dilakukan. Ayat ini menjelaskan hukum kafarat pembunuhan yang dilakukan dengan tidak sengaja, yaitu memerdekakan budak Muslim, dan berpuasa jika tidak mendapatkan budak untuk dimerdekakan. Kafarat ini mengandung nilai hukuman dan nilai ibadah. Secara lahiriah yang bertanggung jawab membayar kafarat adalah pelaku kejahatan, karena di dalam kafarat tersebut terdapat pelajaran dan pendekatan diri kepada Allah, sehingga Allah mengampuni dosa yang diperbuatnya. Selain kafarat, pada pembunuhan tidak sengaja terdapat sanksi diyat. Diyat ini telah ditentukan oleh Allah Swt. Tidak ada pembedaan antara satu korban dengan yang lainnya. Di sini terdapat nilai persamaan yang paling tinggi antara semua manusia. Diyat ini diwajibkan kepada kerabat si pembunuh, karena jika mereka bersepakat untuk mencegah pembunuhan itu, niscaya mereka akan dapat melakukannya. Tanggung jawab semacam ini dapat mengurangi tindak kejahatan. Namun, hal itu semua tidak menghalangi waliy al-amr (pemerintah atau penguasa) untuk memberi sanksi kepada pelaku kejahatan jika dalam sanksi itu terdapat kemaslahatan. Sebab, pembunuhan tidak disengaja pun termasuk tindak kejahatan, oleh karenanya disebutkan dalam ayat ini. Pada bagian akhir ayat ini, Allah menjelasakan bahwa sanksi kafarat dan diyat itu diundangkan sebagai syarat diterimanya pertobatan. Hal ini menunjukkan adanya sikap kurang hati-hati dari pelaku pembunuhan tidak disengaja. Oleh karena itu, para ahli hukum Islam menyatakan bahwa risiko dosa yang diterima pelaku pembunuhan tak disengaja itu bukan dosa karena membunuh, melainkan dosa karena sikap kurang waspada dan kurang teliti. Sebab perbuatan mubah (halal, boleh) itu boleh dilaksanakan dengan syarat tidak merugikan orang lain. Kalau perbuatan mubah itu merugikan orang lain, maka terbuktilah ketidakhati-hatian pelakunya dan, oleh karenanya, ia berdosa. Disebutkan pula bahwa pembunuhan tidak disengaja dapat dihindari dengan sikap hati-hati dan waspada. (Al-Kasânîy, juz 7 hlm. 252) Semua sanksi yang ditetapkan itu sesuai dengan besarnya bahaya yang diakibatkan pembunuhan, hingga Allah pun melarangnya. Jika dibanding dengan hukum positif, kita akan mendapatkan perbedaaan yang sangat besar. Dalam hukum positif, orang tidak lagi takut dengan sanksi yang ditetapkan, yang berakibat merebaknya kejahatan semacam ini. Dengan banyaknya akibat negatif hukum positif itu, belakangan muncul seruan menuntut ditetapkannya sanksi lebih keras kepada pelaku pembunuhan tak disengaja ini. Seandainya umat manusia mengikuti syariat al-Qur'ân, niscaya mereka akan memberikan sesuatu yang dapat meringankan beban jiwa dan kerugian materi kepada keluarga si korban, baik berupa kafarat atau diyat yang harus dibayar oleh kelurga pembunuh. Di samping itu, satu sama lain akan saling mencegah untuk melakukan kesalahan yang dapat menyebabkan pembunuhan. ] - Interpretation of ( An-Nisa' 92 )

[ وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا ] - النساء 92

#13

Interpretation of ( Al-Baqarah 219 ) in Indonesian by Muhammad Quraish Shihab et al. - id

[ Mereka juga bertanya kepadamu, Muhammad, tentang hukum khamar dan perjudian. Katakan bahwa khamar dan perjudian banyak bahayanya. Di antaranya adalah merusak kesehatan, menghilangkan akal dan harta, menyebar kebencian dan permusuhan di antara sesama. Kendatipun mengandung kegunaan seperti hiburan, keuntungan dan kemudahan, tetapi bahayanya lebih banyak daripada kegunaannya, maka jauhilah. Mereka bertanya juga tentang barang apa yang mereka infakkan. Jawablah kepada mereka bahwa harta yang diinfakkan di jalan Allah adalah yang mudah dan tidak memberatkan kalian. Begitulah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu sekalian agar kalian berfikir tentang apa yang dapat membawa kemanfaatan dan maslahat dunia dan akhirat. (1) (1) Ayat ini menegaskan bahwa khamar (minuman keras: miras), dan perjudian mengandung manfaat dan dosa besar dam dosanya lebih besar daripada manfaatnya. Seorang peminum miras dapat merasakan nikmat ketika mencapai klimaks. Tetapi kenikmatan itu mengarah pada hilangnya kesadaran dan dapat menimbulkan berbagai penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan. Lebih dari itu, bahaya yang ditimbulkan miras itu juga dapat menyerang berbagai organ tubuh seperti susunan pencernaan dan saraf. Sedang manfaat miras, terutama dari segi materi, dapat dilihat keuntungan materi yang dihasilkan dari penjualannya. Namun, betapa pun besarnya manfaat miras, masih belum seberapa jika dibandingkan dengan bahayanya. Begitu juga judi. Nafsu ingin berjudi terus menerus dapat merusak urat saraf. Di samping itu, keuntungan yang diperoleh seseorang dari sekian kali perjudian, betapa pun besarnya, dapat hilang dalam waktu sekejap yang, lebih dari itu, bisa jadi mengakibatkannya bangkrut dengan menjual semua harta miliknya. Sedangkan kalau dilihat dari segi sosial, judi dapat memicu permusuhan, perkelahian dan sebagainya yang tentu tidak dapat diganti dengan keuntungan materi saja. ] - Interpretation of ( Al-Baqarah 219 )

[ يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ ] - البقرة 219

#14

Interpretation of ( An-Naml 88 ) in Indonesian by Muhammad Quraish Shihab et al. - id

[ Wahai Muhammad, kamu pasti menyangka bahwa gunung-gunung itu diam tak bergerak. Padahal sebenarnya tidak demikian. Gunung-gunung itu bergerak cepat bagai awan. Itulah sebagian dari ciptaan Allah, Pencipta segala sesuatu dengan sempurna. Allah Swt. mengetahui secara terperinci apa yang diperbuat oleh manusia berupa ketaatan dan kemaksiatan. Dan Allah akan memberikan balasan pada amal perbuatan itu(1). (1) Ayat ini memberikan penjelasan bahwa segala benda yang tunduk pada hukum gravitasi bumi, termasuk lautan, daratan, gunung- gunung, atmosfer dan benda-benda lainnya, berotasi bersama-sama bumi dan berputar pula mengelilingi matahari. Proses pergerakan itu akan mengakibatkan separo belahan bumi akan mengalami kegelapan selama enam bulan, sedang paroan lain akan mengalami siang yang terang benderang selama masa yang sama. Tetapi kita, sebagai penduduk bumi, tidak merasakan gerak perputaran itu. Persis saat kita menyaksikan gerak awan di udara yang tidak menimbulkan bunyi. Dan Allah Maha Kuasa untuk menjadikan bumi berhenti, tidak berotasi pada porosnya atau menjadikan masa rotasinya sama dengan masa yang dipergunakan bumi mengelilingi matahari (evolusi). Dengan begitu separo permukaan bumi akan mengalami malam yang gelap gulita dan separo yang lain mengalami siang terang benderang sepanjang tahun. Hal itu tentu dapat berakibat hilangnya keseimbangan temperatur bumi secara keseluruhan. Pada gilirannya, hal terakhir ini akan mengakibatkan musnahnya semua makhluk yang ada di bumi. Allah Swt. membuat semua aturan dengan sangat teliti itu, sebagai wujud kasih sayang kepada hamba-Nya. Meskipun Aristarkhos (310-230 S. M), seorang ahli falak Yunani telah menulis tentang rotasi bumi, tulisannya itu belum sampai kepada kalangan Arab pada masa Muhammad saw. atau sebelumnya. Orang pertama di kalangan Arab yang menyinggung masalah ini adalah Al-Bîrûnî sekitar tahun 1000 M., mengiring gerakan terjemah yang terjadi pada masa dinasti Abbasiah. Penyampaian fakta ilmiah ini melalui Muhammad saw. sebelum ia sendiri tahu tentang hal itu, adalah bukti bahwa al-Qur'ân benar-benar wahyu yang difirmankan oleh Allah Swt. ] - Interpretation of ( An-Naml 88 )

[ وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ صُنْعَ اللَّهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُونَ ] - النمل 88

#15

Interpretation of ( Al-Muminoon 27 ) in Indonesian by Muhammad Quraish Shihab et al. - id

[ Kemudian Kami wahyukan kepadanya, "Buatlah bahtera yang akan melindungimu dari kejahatan mereka. Kami akan mengayomi dan menunjukkan kepadamu cara pembuatannya. Ketika tiba saat penyiksaan mereka nanti, dan kamu menyaksikan tanur yang memancarkan air atas perintah Kami, segeralah naik kapal itu dengan mengikutsertakan semua jenis makhluk hidup secara berpasangan: jantan dan betina. Sertakan pula keluargamu kecuali orang yang telah Kami tetapkan untuk disiksa karena tidak mau beriman. Jangan meminta-Ku menyelamatkan orang-orang yang menganiaya diri sendiri dengan bersikap ingkar dan zalim, sebab Aku telah memutuskan untuk menenggelamkan mereka akibat kezaliman mereka yang bersikap musyrik dan durhaka(1). (1) Meskipun pemaparan tentang terjadinya topan pada ayat ini disampaikan secara singkat, namun mengandung makna dan fakta ilmiah yang tidak diketahui orang banyak. Secara etimologis, kata "tannûr" berarti 'tempat pembakaran roti', 'permukaan bumi yang dapat memancarkan air' atau 'tempat di mana terdapat banyak air'. Ketika kita berusaha memastikan kapan terjadinya peristiwa angin topan itu, kita akan menemukan kesilitan. Sebab, dalam sejarah umat manusia pernah terjadi banyak peristiwa angin topan pada masa yang tidak terlalu berjauhan, seperti yang pernah terjadi di Babilonia, India, Cina dan Amerika. Beberapa peristiwa topan itu terdapat pula dalam cerita-cerita rakyat. Hanya saja, tampaknya cerita-cerita itu tidak ada kaitannya dengan peristiwa topan besar yang terjadi pada masa Nabi Nûh. Melalui penelitian dan pengamatan, terbukti bahwa alam ini mengalami beberapa kali peristiwa topan besar. Topan terakhir terjadi akibat berakhirnya zaman es terakhir dan mencairnya sebagian besar es yang membeku di kutub utara dan selatan. Kita tidak tahu secara pasti kapan keseimbangan itu mulai hilang lalu mengakibatkan terpancarnya air dari dalam tannûr di permukaan bumi, akibat lonjakan mencairnya es yang luar biasa hingga menyebabkan naiknya permukaan air laut dan menimbulkan banjir mahabesar. Dapat disebutkan juga di sini bahwa peristiwa terjadinya pencairan es pada zaman es terakhir dibarengi dengan iklim dengan curah hujan sangat tinggi di daerah-daerah yang tidak berdekatan dengan kutub utara dan selatan seperti kawasan laut tengah. Apa pun yang terjadi, kita memang tidak mempunyai data yang cukup lengkap untuk memastikan kapankah zaman Nabi Nûh itu. Namun demikian, semua gejala itu menunjukkan keajaiban alam dan kemahakuasaan Allah Swt. Di antara keajaiban itu adalah pemberitahuan Nûh kepada kaumnya dengan nada nasihat bahwa Allah akan menurunkan murka-Nya dengan menenggelamkan mereka apabila tidak mau mendengar nasihatnya. Selain itu, merupakan keajaiban juga, Allah mewahyukan Nûh untuk membuat kapal. Kemudian datanglah ketentuan Allah yang berakibat hilangnya keseimbangan alam dengan tannûr yang memancarkan air sebagai pertandanya, lalu disusul dengan turunnya hujan deras. Itu semua merupakan bukti apa yang difirmankan Allah kepada Nûh a. s. bahwa Allah Mahatahu bahwa di antara kaumnya tidak akan ada yang beriman selain orang yang sudah benar-benar beriman sebelumnya. ] - Interpretation of ( Al-Muminoon 27 )

[ فَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ أَنِ اصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا فَإِذَا جَاءَ أَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّورُ فَاسْلُكْ فِيهَا مِنْ كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَأَهْلَكَ إِلَّا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ مِنْهُمْ وَلَا تُخَاطِبْنِي فِي الَّذِينَ ظَلَمُوا إِنَّهُمْ مُغْرَقُونَ ] - المؤمنون 27

#16

Interpretation of ( Al-Ma'idah 91 ) in Indonesian by Muhammad Quraish Shihab et al. - id

[ Sesungguhnya setan telah memperdaya kalian dengan meminum khamar dan bermain judi, agar terjadi perselisihan, perpecahan dan kebencian di antara kalian. Dengan demikian, kalian menjadi lemah dengan hilangnya rasa kasih sayang di antara kalian dan pecahnya persatuan yang disebabkan oleh tipu daya setan yang berupa meminum minuman yang memabukkan dan berjudi. Setan berbuat seperti itu juga untuk merintangi kalian dari menyembah Allah dan melaksanakan salat sehingga kehidupan kalian di dunia dan akhirat menjadi buruk. Maka, setelah kalian ketahui akibat-akibat buruk tersebut, jauhilah larangan- larangan-Ku agar selamat dari godaan iblis(1). (1) Dalam ayat ini Allah menyebutkan empat sebab mengapa minuman keras (khamar, khamr) dan perjudian diharamkan. Pertama, khamar adalah sesuatu yang kotor dan buruk, sehingga tidak mungkin disandangkan sifat baik karena mengandung unsur negatif yang jelas. Khamar, misalnya, dapat merusak akal. Begitu pula judi yang mengandung unsur negatif yaitu menghabiskan harta. Kedua- duanya mengandung perusakan mental. Setanlah yang membuat minuman keras dan judi itu tampak baik, menarik dan indah. Kedua, menyebarkan permusuhan dan saling dengki. Perjudian sering kali berakhir dengan perkelahian. Kalaupun tidak berakhir dengan perkelahian, pada umumnya perjudian sangat berpotensi menimbulkan rasa iri dan dengki. Khamar merupakan induk dosa besar. Secara garis besar, alasan diharamkannya khamar adalah sebagai berikut. Allah telah memuliakan manusia dengan memberinya akal yang mengandung sel-sel di dalam otak yang berfungsi mengendalikan kehendak, kecerdasan, kemampuan membedakan antara baik dan buruk, dan sifat-sifat baik lainnya. Khamar, khususnya, dan narkotik lainnya, umumnya, dapat menyerang bagian-bagian otak ini. Akibatnya, sel-sel itu menjadi tidak berfungsi lagi, baik sementara maupun selamanya, sesuai kadar yang diminum. Ketika sel-sel itu mengalami rangsangan atau hambatan, hal itu akan mempengaruhi bagian bawah sel-sel tadi hingga mengakibatkan orang yang bersangkutan bereaksi. Akibatnya, otak akan terserang atau tidak berfungsi. Itu artinya bahwa orang yang bersangkutan kehilangan keseimbangan akal yang pada gilirannya akan berdampak pada tindakan yang dilakukannya. Selain itu, khamar memiliki dampak negatif terhadap pencernaan, ginjal dan hati. Di antara itu semua, dampak terhadap hati merupakan yang paling besar, karena dapat menimbulkan sirosis hati Ketiga, bila seseorang telah kehilangan keseimbangan, maka ia akan lupa berzikir kepada Allah yang merupakan sarana untuk menghidupkan kalbu. Keempat, pada gilirannya khamar dapat menghalangi orang untuk melaksanakan salat secara sempurna. Pengharaman khamar dalam jumlah sedikit, meskipun tidak memabukkan, didasarkan pada asas kehati-hatian dan khawatir terbiasa atau larut yang berakhir pada kecanduan. Oleh para ahli fikih disepakati bahwa khamar mempunyai pengertian 'segala sesuatu yang dapat memabukkan dengan sendirinya, baik berupa minuman atau bukan'. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw., "Segala sesuatu yang memabukkan adalah khamar, dan setiap khamar adalah haram." Selain itu, juga didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Abû Dâwûd, bahwa Rasulullah saw. melarang segala sesuatu yang memabukkan dan melemahkan. ] - Interpretation of ( Al-Ma'idah 91 )

[ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ ] - المائدة 91

#17

Interpretation of ( Al-Anbiyaa 30 ) in Indonesian by Muhammad Quraish Shihab et al. - id

[ Apakah orang-orang kafir itu buta hingga tidak melihat bahwa langit dan bumi pada awalnya penciptaannya adalah satu kesatuan dan saling melekat satu sama lain, lalu--dengan kekuasaan Kami--masing-masing Kami pisahkan? Tidak melihat pulakah mereka bahwa dari air yang tak mengandung kehidupan Kami dapat membuat segala sesuatu menjadi hidup? Lalu, setelah itu mereka tetap juga membangkang dan tidak percaya bahwa tiada tuhan selain Kami?(1). (1) Ayat ini mengungkap konsep penciptaan planet, termasuk bumi, yang belakangan dikuatkan oleh penemuan ilmu pengetahuan mutakhir dengan teori-teori modernnya. Dalam konsep itu dinyatakan bahwa pada dasarnya bumi dan langit merupakan satu kesatuan yang bersambungan satu sama lain. Kenyataan itu pula yang kemudian ditemukan oleh ilmu pengetahuan mdern dengan sejumlah bukti yang kuat. Kata al-fatq pada ayat ini berarti 'pemisahan', yaitu pemisahan bumi dari langit yang sebelumnya menyatu. Ini pula yang kemudian ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern. Ada beberapa teori yang dapat mengungkap sejumlah gejala berkaitan dengan hal ini tetapi tidak dapat mengungkap beberapa gejala yang lain. Hal ini membawa kita kepada satu kesimpulan: tidak ada satu teori pun yang paling akurat dan disepakati oleh seluruh ahli. Namun demikian, berikut ini ada baiknya kalau kita melihat dua dari sejumlah teori itu, sebagai contoh. Teori pertama, berkaitan dengan tercpitanya tata surya, menyebutkan bahwa kabut di sekitar matahari akan menyebar dan melebar pada ruangan yang dingin. Butir-butir kecil gas yang membentuk kabut akan bertambah tebal pada atom-atom debu yang bergerak amat cepat. Atom-atom itu kemudian mengumpul, akibat terjadinya benturan dan akumulasi, dengan membawa kandungan sejumlah gas berat. Seiring dengan berjalannya waktu, akumulasi itu semakin bertambah besar hingga membentuk planet-planet, bulan dan bumi dengan jarak yang sesuai. Penumpukan itu sendiri, seperti telah diketahui, mengakibatkan bertambah kuatnya tekanan yang pada gilirannya membuat temperatur bertambah tinggi. Dan pada saat kulit bumi mengkristal karena dingin, dan melalui proses sejumlah letusan larva yang terjadi setelah itu, bumi memperoleh sejumlah besar uap air dan karbon dioksiada akibat surplus larva yang mengalir. Salah satu faktor yang membantu terbentuknya oksigen yang segar di udara setalah itu adalah aktifias dan interaksi sinar matahari melalui asimilasi sinar bersama tumbuhan generasi awal dan rumput-rumputan. Teori kedua, berkenaan dengan terciptanya alam raya secara umum yang dapat dipahami dari firman Allah Swt. : "…anna al-samâwâti wa al-ardla kânatâ ratqan…" yang berarti bahwa bumi dan langit pada dasarnya tergabung secara koheren sehingga tampak seolah satu massa. Hal ini sesuai dengan penemuan mutakhir mengenai teori terjadinya alam raya. Menurut penemuan itu, sebelum terbentuk seperti sekarang ini, bumi merupakan kumpulan sejumlah besar kekuatan atom-atom yang saling berkaitan dan di bawah tekanan sangat kuat yang hampir tidak dapat dibayangkan oleh akal. Selain itu, penemuan mutakhir itu juga menyebutkan bahwa semua benda langit sekarang beserta kandungan-kandungannya, termasuk di dalamnya tata surya dan bumi, sebelumnya terakumulasi sangat kuat dalam bentuk bola yang jari-jarinya tidak lebih dari 3. 000. 000 mil. Lanjutan firman Allah yang berbunyi "…fa fataqnâhumâ…" merupakan isyarat tentang apa yang terjadi pada cairan atom pertamanya berupa ledakan dahsyat yang mengakibatkan tersebarnya benda-benda alam raya ke seluruh penjuru, yang berakhir dengan terciptanya berbagai benda langit yang terpisah, termasuk tata surya dan bumi. Sedangkan ayat yang berbunyi "wa ja'alnâ min al-mâ'i kulla syay'in hayyin" telah dibuktikan melalui penemuan lebih dari satu cabang ilmu pengetahuan. Sitologi (ilmu tentang susunan dan fungsi sel), misalnya, menyatakan bahwa air adalah komponen terpenting dalam pembentukan sel yang merupakan satuan bangunan pada setiap makhluk hidup, baik hewan maupun tumbuhan. Sedang Biokimia menyatakan bahwa air adalah unsur yang sangat penting pada setiap interaksi dan perubahan yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup. Air dapat berfungsi sebagai media, faktor pembantu, bagian dari proses interaksi, atau bahkan hasil dari sebuah proses interaksi itu sendiri. Sedangkan Fisiologi menyatakan bahwa air sangat dibutuhkan agar masing-masing organ dapat berfungsi dengan baik. Hilangnya fungsi itu akan berarti kematian. ] - Interpretation of ( Al-Anbiyaa 30 )

[ أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ ] - الأنبياء 30